Jalasveva Jayamahe
Jalasveva Jayamahe
06 Friday Jan 2012
Posted Reportase Perjalanan, status
in06 Friday Jan 2012
Posted Reportase Perjalanan, status
inJalasveva Jayamahe
02 Saturday Jan 2010
Tags
Jangan heran apabila anda melihat di setiap sudut kota Jogjakarta terlihat karya seni dari anak bangsa.
Hal inilah yang membedakan Jogjakarta dengan kota-kota besar lain di Indonesia, denyut seni yang begitu keras sehingga membuat tidak ada hari yang kosong tanpa pameran seni rupa. Para seniman tak pernah kehabisan ide untuk menggunakan berbagai tempat sebagai “galeri“. Warga biasa selain seniman pun bisa turut berkarya di ruang-ruang publik asalkan “aman”. Situasi demikian bisa diibaratkan dalam sebuah idiom jawa, gugur gunung, yaitu gotong royong, kebersamaan, masih kental dalam proses sosial berkesenian di Jogjakarta. Dinamika ini bisa juga dilukiskan sebagai jam session dimana masing-masing seniman bisa saling berdialog, berbagi, serta menciptakan kreasi dalam keharmonisasian.
Biennale Jogjakarta X-2009 bertajuk “Jogja Jamming: Gerakan Arsip Seni Rupa” yang merupakan sebuah refleksi dari dinamika dua tujuan. Refleksi ini dituangkan dalam dua praktek, yaitu penafsiran seniman terhadap semangat zaman dan pameran arsip. Dalam konteks ini, pemaknaan terhadap arsip bukanlah sekedar benda mati, tetapi juga ingatan yang hidup di masa kini.
Hal ini direalisasikan oleh 126 seniman yang menggelar karya-karya menarik yang ada di Taman Budaya Jogjakarta, Sangkring Art Space, Jogja National Museum. Sementara pameran arsip digelar di Gedung Bank Indonesia. Lalu ditambah lagi lebih dari 200 perupa dan warga kota melebur bersama merespon karya dan apresiasinya di sudut-sudut kota. Menurut saya biennale bukan sekedar memamerkan sebuah karya seni rupa saja, tetapi sebagai ruang jalannya sebuah kultur.
Terima kasih
Agung Perdana T.S
05 Saturday Sep 2009
Pasar Karimunjawa,
Pasar murah meriah, terletak disamping kantor kecamatan karimunjawa
Terlihat senyum simpul para pedagang di pasarkarimunjawa yang sangat ramah sekali, hampir seluruh pedagang adalah separuh baya tetapi mereka sangat ulet dan menjajakan dagangannya.
Beginilah suasana pasar karimunjawa dipagi hari, mereka menjual beragam kebutuhan rumah tangga dan sangat terbatas karena bergantung kepada suplai bahan dari Jepara. Pasar tutup sekitar jam 10an.
Wisata Religius
Snorkeling dan diving merupakan suatu hal yang wajar dilakukan bila kita berwisata ke pulau Karimunjawa. Namun wisata religius seperti berziarah ke makam sunan Nyamplungan pun bisa dijadikan alternatif untuk tujuan wisata, khususnya bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah. Untuk pertunjukan seni dan budaya disini hampir punah karena kurangnya perhatian khusus dari pemerintah setempat dalam menjaga kelestarian seni dan budaya lokal.
Sunan Nyamplungan
Banyak versi memang yang menceritakan tentang sejarah sunan Nyamplungan itu sendiri. Berdasarkan penuturan dari juru kunci makam, yakni bapak Tyoso, Sunan Nyamplungan mempunyai nama asli Amir Hasan, ada yang mengatakan putra dari Sunan Kudus dan Dewi Rupil, namun ada pula yang mengatakan putra dari sunan Muria. Syekh Amir Hasan (Sunan Nyamplungan) terkenal dengan kebandelannya pada waktu itu. Sehingga oleh ayahnya, beliau disuruh pergi ke utara. Apabila dilihat dari gunung Muria, di arah utara tampak gugusan pulau yang tampak samar-samar (kremun-kremun). Oleh karena itu, pulau tersebut kemudian dinamakan Karimun Jawa (kremun-kremun kethok soko Jowo = samar-samar terlihat dari Jawa). Selain itu, dalam bahasa Arab, Karimun berarti mulya. Nama Karimun Jawa dapat diartikan mulya-mulyane Jowo (mulya-mulyanya Jawa.).
Nama Nyamplungan yang digunakan sebagai nama desa ini pada awalnya berasal dari nama pohon. Pada waktu itu, di sekitar pantai, banyak terdapat pohon nyamplung. Konon ceritanya, pohon Nyamplung ini cukup keramat. Sunan Nyamplungan sangat menggemari buah dari pohon ini. Pada tahun 1980-an, oleh pemilik tanah, pohon tersebut ditebang. Entah karena kebetulan atau tidak, bapak Ali seorang masyarakat lokal yang nekat melewati lokasi penebangan, hampir tertimpa pohon tersebut. pohon itu kebetulan mempunyai 2 cabang batang diatasnya, sehingga ketika posisi pohon telah jatuh ke tanah, cabang tersebut tepat mengapit tubuh Bapak Ali dan hanya sedikit menggores kulitnya.
Legon lele
Lain cerita dengan legenda lele yang terkenal di daerah ini karena lele dikarimunjawa tidak memiliki patil yang tajam. Lalu kemudian daerah tempat berkembangbiaknya lele ini kemudian dinamakan Legon Lele. Sejarahnya saya kurang paham dan hanya tahu info yang sedikit, jadi tidak saya tulis disini. Didaerah legon lele ini merupakan daerah yang subur, walaupun tidak luas kita bisa melihat beberapa komoditas seperti perkebunan jambu mete, kelapa disepanjang pantai dan ada juga tanaman padi. Sumber mata air untuk kebutuhan dipulau karimunjawa terdapat didaerah ini.
Pemandangan didaerah Legon Lele
Di Legon Lele juga terdapat Bumi Perkemahan (Camping Ground), jadi bagi temen-temen yang mau merasakan suasana hutan bisa kemping disini, meskipun tidak begitu luas lumayan juga untuk pengalaman.
Rumput laut
Rumput laut dikarimunjawa sangat besar-besar berbeda dengan rumput laut yang ada di Yogyakarta, mungkin karena saya makannya disana, kalau sudah dibawa ke Jogja sudah menciut mungkin. Budidaya rumput laut dikarimunjawa 5 tahun terakhir ini sangat trend, berbeda pada waktu dulu, masyarakat lebih sering mencari ikan dengan keliling pulau menggunakan perahu. Mungkin karena rumput laut yang memliki harga jual tinggi dipasaran dan sangat diminati masyarakat diluar karimunjawa.
Bersambung….
21 Friday Aug 2009
Terbayar sudah penantian yang sempat tertunda selama 2 tahun untuk datang ke KARIMUNJAWA. Indah dan sangat luar biasa. Kalian harus kesana untuk bisa merasakan salah satu keindahan alam di Indonesia ini. Saya mungkin akan bercerita dengan beberapa jepretan poto yang saya abadikan untuk bisa merasakannya.
Dimulai dari perjalanan Jogja – Semarang – Jepara dan sampailah Karimunjawa. Untuk lebih tahu jelas tentang profile karimunjawa, teman2 bisa baca disini. Saya hanya memberikan info yang singkat-singkat saja atau update info dan selebihnya biarlah poto yang berbicara. Karimunjawa adalah salah satu kecamatan di kabupaten Jepara, disana terdapat 3 desa diantaranya desa karimunjawa, desa kemojan dan desa parang. Jumlah penduduk disana kurang lebih 8000 jiwa dan didominasi di desa karimunjawa itu sendiri. Sebagian besar penduduk disana bermata pencaharian sebagai nelayan dan mayoritas beragama islam. Para penduduk disana terdiri dari berbagai macam suku diantaranya suku jawa, madura, bajo dan bugis, sedangkan bahasa lokal yang digunakan bahasa jawa dan bugis.
Dengan membawa perbekalan dan uang saku secukupnya kita bisa ke karimunjawa dengan paket backpacker (pahe), transport dari jogja menuju semarang naik bis (35 rb) kemudian sesampainya di semarang mencari tumpangan saja ke arah jepara karena banyak sekali truk/pick up yang telah kosong karena muatan kayu2 ukiran dari jepara sudah dikirim ke semarang dan kita bisa menghemat kocek (10-15 rb). Selanjutnya nyebrang menuju karimunjawa dengan kapal muria paket ekonomi (Rp 28.500).
Gambar diatas adalah Pulau cilik/kecil, pulau ini kecil sekali dan hanya ada beberapa tanaman diantaranya pohon kelapa dan cemara laut. Untuk memutarinya saja hanya 5 menit dengan berjalan kaki. Terumbu karang disini sangat indah karena saya sempat menyelam juga disini ditambah dengan keanekaragaman jenis ikan, bintang laut dan teripang didalamnya, tapi hati2 juga karena bulu babi meraja lela.
Yang anda lihat diatas adalah salah satu penunggu pulau kecil bernama akib, dia sangat senang sekali untuk dikunjungi apalagi diberi makan. Enggak ding…..dia itu salah satu model saya. hehehehe.
(bersambung dulu yah)